Apakah hidup sekedar mencari makan? Hewan pun mencari makan. Apakah hidup hanya untuk kepuasan seks? Hewan pun demikian. Apakah hanya tidur? Hewan pun tidur. Jiwa yang ada pada hewan sama yang ada pada manusia. Jiwa hanya menghidupi. Ia netral adanya. Bagaikan energi listrik. Tidak terlihat tetapi bisa menggerakkan benda. Bohlam tersebut dinyatakan menyala jika energi listrik ada. Itulah bukti bahwa ada aliran. Saat bohlam tidak dialiri energi listrik, tidak ada bukti bahwa bohlam tersebut baik atau tidak.
Listrik inilah jiwa pada manusia. Saat badan mati, listrik tetap eksis.
Listrik tidak kemana mana. Ia akan mencari bohlam lagi. Hanya berganti
model bohlam. Jiwa juga hanya akan mencari badan baru untuk eksis di
dunia. Sayangnya jiwa sering terjebak dalam mind manusia. Ia tidak bisa
bebas. Saat mind tidak terikat lagi dengan kecintaan duniawi, sang jiwa
bebas merdeka. Itulah yang disebut moksha. Sang jiwa bebas merdeka.
Mengapa demikian?
Tiada seorang pun bisa menjawab. Apakah jiwa lahir dan mati? Tidak juga.
Ia tidak lahir ataupun mati. Mungkin Anda akan berargumen bahwa itulah
Tuhan. Anda akan bersikeras, bukan hanya Tuhan yang tidak lahir ataupun
mati. Semua masih asumsi dari keterbatasan pikiran manusia. Bukan dari
pengalaman. Ketika ada seorang manusia sudah mengalami, Ia akan melihat
kehidupan sebagai sesuatu yang indah. Semua berjalan sebagaimana adanya.
Tidak mengherankan saat Sidharta Gautama melihat dan memaknai kehidupan
demikian adanya. Tidak ada yang buruk dan baik. Yang ada hanya yang
sadar dan yang tidak.
Mereka yang sadar akan hidup selaras dengan alam. Bersahabat dengan
alam. Sebaliknya yang tidak sadar, Ia merasa bukan bagian dari alam.
Mereka bisa berbuat semaunya. Alhasil, dunia pun rusak akibat ulahnya.
Dia sang penguasa semesta senantiasa mengirimkan utusan Nya untuk
mengingatkan. Demikian setiap zaman akan selalu datang utusan Nya.
Setiap utusan selalu berupaya mengingatkan jati diri manusia
sesungguhnya. Ia lah pemilik semesta ini. Badannya bisa eksis jika mampu
menjaga kelestarian lingkungan. Tanpa adanya,lingkungan yang mendukung,
manusia tidak bisa hidup. Jiwa bisa berkembang jika badan merasakan
ketentraman. Badan yang belum merasakan kenyamanan duniawi tidak
berkembang juga. Saat badan sudah merasakan kenyamanan suatu ketika
mengalami kejenuhan. Dan pikirannya akan mencari sesuatu yang berbeda.
Bukan lagi makan, tidur serta kenikmatan seksualitas.
Jiwa berkembang menuju kesempurnaan. Jiwa menuju kematangan. Bagaikan
proses jenjang sekolah. Taman kanak, Sekolah Dasar dst, sampai akhirnya
jadi doktor. Untuk menuju kematangan jiwa, Ia mesti mengalami matimdan
lahir berulang kali. Pengulangan terjadi berulang kali. Hanya dia
sendiri yang tahu kapan berakhirnya. Kadang setelah memahami rahasia
tersebut, manusia seperti ini tetap lahir lagi. Yang perlu dicatat
adalah bahwa kelahiran terebut atas kesadaran nya sendiri. Penuh dengan
perencanaan yang matang. Bukan secara tidak diinginkan. Lahir dengan
penuh kesadaran untuk tujuan kebaikan manusia lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar