Surga adalah tempat yang indah dan penuh dengan kenikmatan. Karena
indahnya, sampai tidak dapat terbayangkan oleh akal fikiran, tidak pernah
dilihat oleh mata dan tidak pernah terdengar oleh telinga. Jika
seseorang masuk surga, maka ia akan hidup selama-lamanya, akan muda
selama-lamanya, akan sehat selama-lamanya dan akan senang selama-lamanya.
(Artikel, www.khotbahjumat.com) a
بسم الله الرحمن الرحيم
Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelum
menciptakan manusia, sudah menciptakan surga dan neraka. Surga disiapkan
untuk orang-orang yang bertakwa kepada-Nya, sebaliknya neraka disiapkan untuk
orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
تِلْكَ حُدُودُ اللهِ وَمَن يُطِعِ
اللهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ {13} وَمَن يَعْصِ اللهَ
وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ ناَرًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ
عَذَابٌ مُّهِينٌ {14}
“Barang siapa taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang
mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedangkan mereka kekal di dalamnya; dan
Itulah kemenangan yang besar.—-Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke
dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang
menghinakan. (QS. An NIsaa’: 13-14)
Surga adalah tempat yang indah dan penuh dengan kenikmatan.
Karena indahnya, sampai tidak dapat terbayangkan oleh akal fikiran, tidak
pernah dilihat oleh mata dan tidak pernah terdengar oleh telinga. Jika
seseorang masuk surga,
maka ia akan hidup selama-lamanya, akan muda selama-lamanya, akan sehat
selama-lamanya dan akan senang selama-lamanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
« يُنَادِى مُنَادٍ إِنَّ لَكُمْ أَنْ
تَصِحُّوا فَلاَ تَسْقَمُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَحْيَوْا فَلاَ
تَمُوتُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَشِبُّوا فَلاَ تَهْرَمُوا أَبَدًا
وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَنْعَمُوا فَلاَ تَبْتَئِسُوا أَبَدًا »
“Akan ada penyeru (kepada penghuni surga):
“Sesungguhnya kalian akan sehat dan tidak akan sakit selama-lamanya, kalian
akan hidup dan tidak akan mati selama-lamanya, kalian akan muda dan tidak akan
tua selama-lamanya, kalian akan senang dan tidak akan sengsara selama-lamanya.”
(HR. Muslim)
Inilah kenikmatan yang sempurna dan kesenangan
yang sesungguhnya. Berbeda dengan dunia, ketika senang disudahi dengan
kesedihan, ketika hidup disudahi dengan kematian, ketika sehat disudahi dengan
sakit dan ketika muda disudahi dengan masa tua. Dan lagi, kesenangan yang ada
di dunia, hanya diraih dengan kerja keras dan usaha, di samping hanya sebentar
dan tidak berlangsung lama. Berbeda dengan surga, apa yang kita inginkan ada, tanpa perlu
kerja keras dan berusaha, bahkan kita hanya menikmati sambil duduk santai di
atas dipan-dipan dengan dilayani oleh anak-anak muda. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
عَلَى سُرُرٍ مَّوْضُونَةٍ {15}
مُّتَّكِئِينَ عَلَيْهَا مُتَقَابِلِينَ {16} يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ
مُّخَلَّدُونَ {17} بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِّن مَّعِينٍ {18}
لاَّيُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلاَيُنزِفُونَ {19} وَفَاكِهَةٍ مِّمَّا يَتَخَيَّرُونَ
{20} وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُونَ {21} وَحُورٌ عِينٌ {22} كَأَمْثَالِ
اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ {23} جَزَآءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ {24}
“Mereka berada di atas dipan yang bertahta
emas dan permata–Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan–Mereka
dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,—Dengan membawa gelas, cerek
dan minuman yang diambil dari air yang mengalir,—Mereka tidak pening karenanya
dan tidak pula mabuk,—Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih,—Dan daging
burung dari apa yang mereka inginkan.—Dan ada bidadari-bidadari bermata
jeli,—Laksana mutiara yang tersimpan baik.—Sebagai Balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan. (QS. Al Waaqi’ah: 15-24)
Penghuninya bersaudara, dan tidak
bermusuh-musuhan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَنَزَعْنَا مَافِي صُدُورِهِم مِّنْ
غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُّتَقَابِلِينَ {47} لاَيَمَسُّهُمْ فِيهَا نَصَبٌ
وَمَاهُم مِّنْهَا بِمُخْرَجِينَ {48}
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang
berada dalam hati mereka, sedangkan mereka merasa bersaudara duduk
berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.—Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan
mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya.” (QS. Al Hijr:
47-48)
Serta kenikmatan lainnya yang begitu banyak.
Kenikmatan seperti inilah yang seharusnya dikejar
dan didamba-dambakan oleh setiap insan, bukan kesenangan yang sementara
(dunia). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفيِ ذَلِكَ
فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthaffifin: 26)
Namun anehnya, kebanyakan manusia lebih
mengedepankan kehidupan dunia, meninggalkan akhirat. Allah Subhanahu wa
Ta’ala befirman:
كَلاَّ بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ
{20} وَتَذَرُونَ اْلأَخِرَةَ {21}
“Bahkan kamu (hai manusia) mencintai
kehidupan dunia—Dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.” (QS. Al Qiyamah:
20-21)
Mereka rela mengorbankan fikiran dan tenaga untuk
memperoleh kehidupan dunia yang fana, bahkan sejak mereka bangun tidur hingga
tidur kembali, yang difikirkan mereka hanyalah “dunia”, lupa dengan akhirat,
mereka rela bekerja keras untuk mendapatkan kenikmatan yang sesaat, namun untuk
kenikmatan yang sesungguhnya, berat sekali melakukannya, bahkan sampai ada yang
tidak menyisakan sedikit pun waktunya untuk akhirat. Fa innaa lillahi wa
innaa ilaihi raaji’uun.
Hakikat Hidup di Dunia
Saudaraku, surga yang demikian nikmat tidaklah murah.
Untuk memperolehnya, tidak mungkin dengan berleha-leha dan santai begitu saja.
Bahkan untuk memasukinya kita perlu dites terlebih dahulu, sebagaimana jika
kita hendak memasuki sebuah perguruan tinggi yang sangat bagus dengan sarananya
yang lengkap ditambah biayanya yang ringan atau gratis, kita tidak mudah masuk
begitu saja, bahkan harus dites dahulu, jika berhasil barulah kita bisa
memasukinya. Demikian juga jika kita ingin masuk surga.
Ya, manusia akan dites atau diuji dahulu, namun
di manakah mereka dites dan apa bentuk tesnya???
Tidak lain dan tidak bukan, manusia dites atau
diuji terlebih dahulu di dunia. Jadi, dunia yang kita jalani ini merupakan tempat
ujian, bukan tempat tujuan. Inilah sesungguhnya hakikat hidup di
dunia, kalau sekiranya kita mengetahui. Allah Ta’ala berfirman:
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ {1} الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ {2}
“Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala
kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu—Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS. Al Mulk: 1-2)
Yakni bahwa kita akan diuji di dunia ini agar
nampak jelas siapakah di antara kita yang paling baik amalnya, yakni yang
paling ikhlas dan paling sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya, dengan begitu kita
dapat masuk ke dalam surga Allah yang luasnya seluas langit dan bumi.
Jika demikian, sudahkah kita menjalani ujian ini
dengan sebaik-baiknya, sudahkah kita memperbaiki amal kita; apakah amal yang
kita lakukan adalah amal shalih atau sebuah kemaksiatan, apakah amal shalih
yang kita kerjakan ikhlas karena Allah atau tidak dan apakah amal shalih yang
kita lakukan sesuai dengan tuntunan rasul-Nya atau tidak?
Bentuk Ujian yang Dilalui Manusia
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن
يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لاَيُفْتَنُونَ {2} وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن
قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ
الْكَاذِبِينَ {3}
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji
lagi?—“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al ‘Ankabut: 2-3)
Bentuk Ujian yang Dilalui Manusia Ada Dua:
1. Ujian Syahwat (fitnah syahwat)
Yakni manusia dalam hidupnya di dunia, akan diuji
dan digoda dengan hal-hal yang enak dan sejalan dengan selera hawa nafsunya.
Godaan tersebut bisa berupa wanita, anak-anak, harta yang banyak, perniagaannya
dsb. Allah Azza wa Jalla berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ
مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ
مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diinginkannya, yaitu: wanita-wanita, anak-anak,
harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah
tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)
Jika seseorang dapat bersabar, dalam arti tidak
tergoda dengan hal-hal di atas, yakni wanita, anak-anak, harta, perniagaannya
dsb. tidak membuatnya lalai dari mengingat Allah, tidak membuatnya meninggalkan
kewajiban dan tidak membuatnya jatuh mengerjakan larangan, maka dia akan
beruntung di dunia dan di akhirat. Kepada mereka akan dikatakan:
سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ
فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“Salamun ‘alaikum bima shabartum” (keselamatan
atasmu berkat kesabaranmu). Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu (surga).” (QS.
Ar Ra’d: 24)
Sebaliknya, barang siapa yang termakan oleh
godaan itu, yakni membuatnya meninggalkan perintah dan jatuh mengerjakan
larangan, maka ia akan rugi di dunia dan di akhirat. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
لاَتُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلآأَوْلاَدُكُمْ عَن ذِكْرِ اللهِ وَمَن يَفْعَلْ
ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al Munafiqun: 9)
Contoh nyata dalam hal ini adalah ketika azan
memanggilnya untuk shalat, jika ia sampai tidak mau mendatanginya karena sibuk
mengurus hartanya atau sibuk dengan bisnisnya, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang rugi.
2. Ujian syubhat (fitnah syubhat)
Syubhat secara bahasa artinya mirip atau serupa.
Dikatakan perkara yang mirip dengan kebenaran sebagai syubhat, karena kelihatan
dari luarnya seakan-akan benar. Ujian syubhat ini pertama kali menimpa Iblis
karena qias batilnya yang digunakan untuk menolak perintah Allah sujud kepada
Adam sebagai penghormatan kepadanya,
قَالَ مَامَنَعَكَ أَلاَّتَسْجُدَ
إِذْأَمَرْتُكَ قَالَ أَنَاخَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ
مِن طِينٍ
Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al A’raaf: 12)
Jika kita memperhatikan kata-kata Iblis,
seakan-akan isinya benar, tetapi bagi orang yang berpandangan jauh (ulama)
kata-kata ini jelas salah, karena tanah lebih baik daripada api. Kebiasaan api
adalah membakar, merusak, keadaannya tidak kokoh (goyang) dan cepat
(terburu-buru). Sedangkan keadaan tanah adalah tenang, mudah diolah dan
bermanfa’at sehingga dapat menumbuhkan tanaman. Oleh karena itu, Adam ‘alaihis
salam yang diciptakan dari tanah lebih mudah rujuk (kembali kepada Allah),
bertobat, tunduk kepada perintah Allah, mengakui kesalahan dan meminta
ampunan-Nya. Berbeda dengan Iblis yang malah semakin sombong dan angkuh. Dari sinilah
diketahui bahwa jika seseorang terkena ujian syahwat lebih mudah kembali
daripada terkena ujian syubhat.
Syubhat ini bagi orang yang kurang dalam ilmunya
terlihat seakan-akan baik, bagus dan benar, seperti inilah keadaan bid’ah, di
mana kebanyakan manusia menganggapnya baik. padahal di balik itu ada bahaya
yang besar bagi agama ini (membuatnya rusak), dan bahaya tersebut umumnya hanya
diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmu agamanya (ulama).
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا،
وَأَسْتَغْفِرُهُ العَظِيْمَ الجَلِيْلَ لِيْ وَلَكُمْ، وَلِجَمِيْعِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ
الرَحِيْمُ
Kemudian Bagaimanakah Cara Menghadapi Ujian Syubhat Ini?
Berikut hal yang perlu disiapkan untuk menghadapi
fitnah tersebut:
1. Menjaga tauhid dan menjauhi
syirk.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirk), mereka Itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (terj. Al
An’aam: 82)
2. Berpegang teguh dengan
kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dengan pemahaman As Salafush Shaalih (generasi
pertama Islam).
Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ
وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي
وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ
كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ *
“Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada
Allah Ta’ala, tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin
kalian adalah seorang budak, karena barang siapa yang hidup di antara kalian
(sepeninggalku), maka ia akan menyaksikan banyak perselisihan. Oleh karena itu,
hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur rasyidin
yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan geraham.
Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara
bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Apa yang disampaikan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam benar-benar terjadi, setelah Beliau wafat kaum muslimin
berselisih dan berpecah belah. Namun demikian, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak membiarkan begitu saja umatnya kebingungan saat
menyaksikan keadaan yang beraneka ragam tersebut, bahkan Beliau memberikan
jalan keluar kepada kita, yaitu dengan memegang teguh sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, meskipun menyelisihi kebanyakan orang.
Tidak sebatas itu, Beliau juga menyuruh kita
mengikuti para khalifah (pengganti) Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
yang tidak lain adalah para sahabat Beliau, terdepannya adalah khalifah yang
empat; Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali radhiallahu ‘anhum. Hal itu,
karena bisa saja di antara golongan-golongan itu berdalih dengan ayat atau
hadis, namun dalam memahaminya tidak seperti yang dipahami Beliau dan para
sahabatnya.
3. Mendekat kepada para ulama
rabbani
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ
وَإِلَى أُوْلِى اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ
مِنْهُمْ
“Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul
dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri).” (QS.
An Nisaa’: 83)
Makna “Ulil Amri” di sini adalah ulama. Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata, “Kami ketika timbul kekhawatiran,
pikiran kami kacau dan bumi (yang luas) terasa sempit, kami mendatangi beliau
(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah), kami perhatikan dan dengarkan kata-katanya
sehingga hilanglah (syubhat) yang menimpa kami semuanya.”
4. Berdoa kepada Allah agar diberi
keteguhan hati.
Hati manusia semuanya berada di antara dua jari
di antara jari-jari Allah, Dia mudah membalikkannya jika Dia menghendaki
(sebagaimana dalam hadis riwayat Ahmad dan Muslim). Oleh karena itu, Rasulullah
shallalllahu ‘alaihi wa sallam sering berdo’a dengan do’a berikut:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ
قَلْبِيْ عَلىَ دِيْنِكَ
“Wahai Allah yang membolak-balikan hati,
teguhkanlah hatiku ini di atas agamamu.” (HR. Tirmidzi dari Anas, lih. Shahihul
Jami’ 7864)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar