Hati
memegang peranan penting bagi manusia. Baik dan buruknya seseorang ditentukan
oleh hati sebagaimana Hadis Nabi:
...اَلاَوَاِنَّ
فِى الْجَسَدِ مُدْغَةً اِذَاصَلُحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَافَسَدَتْ
فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ آلآوَهِيَ الْقَلْبُ
“Ingatlah
bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah, bila ia telah baik maka baiklah
sekalian badan.Dan bila ia rusak, maka rusaklah sekalian badan. Dan bila ia
rusak maka binasalah sekalian badan, itulah yang dikatakan hati”.
Demikianlah
pentingnya peranan hati bagi manusia, oleh sebab itu manusia wajib menjaga
kesucian hatinya. Adapun yang menjadi penyebab kotornya hati manusia itu adalah
disebabkan berbagai penyakit yang terdapat padanya sebagaimana dijelaskan oleh
firman Allah:
فِى
قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ
“Di
dalam hati mereka ada penyakit”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Menurut
Syekh Muda Ahmad Arifin terdapat 6666 ayat Al-Qur’an dan 6666 urat di dalam
tubuh manusia, demikian halnya dengan hati manusia, ada 6666 penyakit di dalam
hati manusia. Dari sekian banyak penyakit yang ada di dalam hati manusia, ada
beberapa penyakit hati yang paling berbahaya, di antaranya: hawa nafsu, cinta
dunia, loba, tamak, rakus, pemarah, pengiri, dendam, hasad, munafiq, ria, ujub,
takabbur. Jadi bila tidak diobati, maka sambungan ayat mengatakan:
فَزَادَهُمُ
اللهُ مَرَضًا
“Lalu
ditambah Allah penyakitnya”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Demikianlah bahayanya apabila
manusia itu tidak segera membersihkan hatinya, maka Allah akan terus menambah
penyakitnya. Oleh sebab itu kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih
dahulu ia harus mensucikan hatinya sebagaimana firman Allah:
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّ
“Beruntunglah
orang yang mensucikan hatinya dan mengingat Tuhan-Nya, maka didirikannya
sembanhyang”. (Q.S. 87 Al-A’la: 14-15)
Dari penjelasan surah Al-A’la di
ayat 14 dan 15 di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada tiga kewajiban yang
dibebankan oleh Allah kepada manusia:
1.
Kewajiban Mensucikan Hati
Di dalam surah Al-A’la ayat 14
Allah menyatakan bahwa orang-orang yang telah mensucikan hatinya sesungguhnya
telah memperoleh keberuntungan. Lalu dibenak kita timbul beberapa pertanyaan:
- Apa yang dimaksud dengan hati yang
bersih?
- Bagaimana cara membersihkan hati?
- Mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut
orang yang beruntung?
- Apa keuntungan yang diperoleh oleh
orang yang telah mensucikan hatinya?
Pertama,
apa yang dimaksud dengan hati yang bersih? Menurut Syekh Muda ahmad Arifin yang
dimaksud dengan hati yang bersih yaitu tidak ada di dalam hati itu selain
Allah. Artinya seseorang yang disebut hatinya bersih adalah orang yang
senantiasa selalu mengingat Allah. Itulah sebabnya para sufi berkata:
قَلْبُ
الْمُؤْمِنِيْنَ بَيْتُ اللهُ
“Hati
orang mukmin itu adalah rumah Allah”.
Kedua, bagaimana cara membersihkan
hati? Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin satu-satunya cara membersihkan hati yaitu
dengan mempelajari ilmu hati. Ilmu hati ini lazim disebut dengan beberapa nama
di antaranya: ilmu batin, ilmu hakikat, ilmu tarekat. Menurutnya tujuan
mempelajari ilmu hati adalah untuk mengenal Allah, sebab hati merupakan sarana
yang telah ditetapkan oleh Allah untuk dapat menyaksikan-Nya sebagaimana firman
Allah:
مَاكَذَبَ
الْفُؤَادُ مَارَآى
“Tidak
dusta apa yang telah dilihat oleh mata hati”. (Q.S. An-Najm: 11)
Jadi hanya dengan mempelajari ilmu
hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Apabila kita telah dapat mengenal
Allah, barulah kita dapat mengingat-Nya. Dan mengingat Allah merupakan
satu-satunya cara untuk membersihkan hati sebagaimana Hadis Nabi:
لِكُلِّ
شَيْءٍ صَقَلَةٌ وَصَقَلَةُ الْقَلْبُ ذِكْرُاللهُ
“Segala
sesuatu ada alat pembersihnya dan alat pembersih hati yaitu mengingat Allah”.
Ketiga, mengapa orang yang mensucikan
hatinya disebut orang yang beruntung? Menurut Syekh Ahmad Arifin penyebab Allah
menyebut orang-orang yang telah mensucikan hatinya sebagai orang-orang yang
beruntung adalah disebabkan karena sesungguhnya hanya orang-orang yang telah
mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah. Menurut al-Ghazali hati
manusia berfungsi sebagai cermin yang hanya bisa menangkap cahaya ghaib (Allah)
apabila tida tertutup oleh kotoran-kotoran keduniaan. Sesungguhnya hanya
orang-orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan
merekalah yang disebut sebagai orang-orang yang beruntung.
Keempat, apa keuntungan yang
diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya? Menurut Syekh Muda Ahmad
Arifin keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya
adalah dapat mengenal Tuhannya. Itulah sebabnya Allah berfirman:
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَا
“Beruntunglah
orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah orang yang telah
mengotorinya”. (Q.S. 91 As-Syamsi: 9-10)
Itulah sebabnya pada ayat di atas
Allah memuji orang-orang yang telah mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang
yang telah mensucikan hatinya yang dapat mengenal Allah. Adapun orang-orang
yang mengotorinya adalah orang-orang yang merugi, karena sesungguhnya
orang-orang yang hatinya kotor tidak akan pernah dapat mengenal Tuhannya.
2.
Kewajiban Mengingat Allah
Kewajiban yang kedua adalah
mengingat Allah, sebab mustahil kita dapat mengingat Allah kalau kita belum
mengenal-Nya dan mustahil kita dapat mengenal-Nya kalau kita belum pernah
berjumpa. Dan mustahil kita dapat berjumpa dengan Allah tanpa terlebih dahulu
menyertakan diri dan belajar kepada orang yang telah dapat beserta Allah.
Itulah sebabnya Nabi memerinthakan kepada kita agar menyertakan diri kepada
orang yang telah serta Allah sebagaimana sabda Nabi:
كُنْ
مَعَ اللهُ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ
فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلَى اللهِ
“Sertakanlah
kepada Allah, apabila kamu tidak dapat beserta Allah maka sertakanlah dirimu
kepada orang yang telah serta Allah, maka ia akan mengenalkan kamu kepada
Allah”.
Berdasarkan Hadis di atas, maka
kewajiban pertama bagi manusia adalah mencari guru (wasilah) agar ia dapat
memperoleh pengenalan kepada Tuhannya. Setelah manusia itu dapat mengenal Allah
maka kewajiban kedua baginya adalah mengingat Tuhan-Nya.
3.
Kewajiban Mengerjakan Shalat
Shalat merupakan tiang agama yang
dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan kewajiban pertama dan kedua, sebab
tujuan shalat adalah untuk mengingat-Nya sebagaimana firman Allah:
اِنَّنِى
أَنَااللهُ لاَإِلَهَ اِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَوةَ لَذِكْرِى
“Sesungguhnya
Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20 Thaha: 14)
Firman Allah di atas senada dengan
firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14 dan 15 yang telah diuraikan sebelumnya.
Untuk mengetahui secara jelas persamaan makna yang terdapat pada kedua ayat
tersebut penulis akan menguraikan kalimat perkalimat pada surat Thaha ayat 14 serta
membandingkannya dengan surat Al-A’la ayat 14.
Pertama, pada bagian awal surat
Thaha ayat 14 Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”. Bila kita
menganalisis firman Allah tersebut maka dapatlah kita ketahui bahwa
sesungguhnya Allah itu ingin dikenal. Firman Allah pada surat Thaha tersebut
senada dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14: “Beruntunglah
orang-orang yang mensucikan hatinya”. Makna beruntung pada ayat ini adalah
bahwa keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang yang mensucikan hatinya adalah
dapat mengenal Allah. Bahkan bila kita analisis lebih jauh selain memiliki
persamaan makna, kedua ayat tersebut juga memiliki kaitan di mana ayat yang
satu berfungsi sebagai penjelas bagi yang lain. Pada surah Thaha Allah
berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”. Ayat tersebut mengintruksikan kepada
manusia kewajiban untuk mengenal Allah. Pada surah al-A’la ayat 14 Allah
berfirman: “Beruntunglah orang-orang yang mensucikan hatinya”. Pada ayat ini
Allah memuji orang-orang yang mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang
mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang dinyatakan
Allah sebagai orang-orang yang beruntung. Dari uraian singkat di atas dapat
disimpulkan bahwa firman Allah pada surat Thaha ayat 14 keduanya
mengindikasikan bahwa kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu
mensucikan hatinya agar ia dapat mengenal Tuhannya.
Kedua, pada bagian tengah surat
Thaha Allah berfirman: “Tiada Tuhan selain Aku”. Bila kita analisis firman
Allah di atas, maka dapat kita ketahui bahwa maksud yang terkandung di dalamnya
adalah perintah untuk mengingat-Nya, sebab kalimat “Tiada Tuhan selain Allah”, bermakna tidak
ada yang boleh diingat selain Allah. Firman Allah pada surat al-A’la ayat 15:
“Dan mengingat Tuhannya”. Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa
kewajiban yang kedua bagi manusia adalah mengingat Tuhannya.
Ketiga, pada bagian akhir surat
Thaha Allah berfirman: “Sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat
Aku”. Bila kita analisis pada ayat di atas bahwa printah sembah datang setelah
terlebih dahulu Allah memerintahkan untuk mengenal dan mengingatnya. Perintah
sembah tersebut diwujudkan dengan mendirikan shalat yang tujuannya adalah untuk
mengingat-Nya. Firman Allah tersebut senada dengan firman Allah pada surat
al-A’la ayat 15: “Maka dirikanlah shlalat”. Dari uraian di atas dapat diketahui
bahwa kedua ayat tersebut sama-sama mengindikasikan bahwa shalat merupakan
kewajiban ketiga.
Dari penjelasan di atas dapatlah
kita ketahui mengapa para sufi menaruh perhatian besar terhadap hati (qalb) dan
menempatkan shalat sebagai kewajiban ketiga. Karena sesungguhnya perintah
shalat itu diterima setelah terlebih dahulu Jibril mensucikan hati Nabi
Muhammad sebelum ia menghadap Allah. Sebab Allah itu tidak dapat dilihat oleh
mata kepala Nabi Muhammad tetapi hanya dapat dilihat oleh mata hati Nabi
Muhammad. Oleh sebab itu sebelum Nabi Muhammad berjumpa dengan Allah, terlebih
dahulu Jibril mensucikan hatinya, agar nur yang ada di dalam mata hatinya itu
dapat memancar, sebab dengan nur itulah Nabi Muhammad dapat menyaksikan Allah.
Itulah sebabnya di dalam surah al-Isra’ ayat 1 Allah menggunakan kalimat Maha
Suci, sebab Allah itu Maha Suci dan hanya dapat dilihat oleh hamba-hamba-Nya
apabila mereka telah mensucikan hati mereka.
Adapun makna Jibril mensucikan hati
Nabi Muhammad menurut Syekh Muda Ahmad Arifin pada hakikatnya adalah
sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan pengenalan kepada Allah dalam istilah
ilmu tarekat lazim disebut dengan bai’at. Praktik bai’at yang diterima oleh
Nabi dari gurunya Malaikat Jibril diteruskan kepada Ali ibn Abi Thalib dan
praktik seperti ini terus berlanjut dari guru ke murid dalam rangkaian silsilah
hingga saat ini. Praktik bai’at yang diterapkan di kalangan ahli tarekat
sesungguhnya mengacu pada pola yang dilaksanakan oleh Nabi. Jadi berdasarkan
tradisi bai’at inilah muncul istilah bahwa “Barangsiapa yang tidak mempunyai
syekh maka gurunya adalah setan” sebab Nabi sendiri tidak dapat mengenal Allah
tanpa berguru kepada Malaikat Jibril, apalagi kita sebagai manusia biasa yang
hina dan dhaif yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa di sisi Allah maka
mustahil dapat mengenal Allah tanpa guru. Oleh sebab itu Nabi bersabda:
اَلْعِلْمُ
عِلْمَانِ فَعِلْمُ بَطِنِ فِى قَلْبِى فَذَالِكَ هُوَ نَفِعِى
“ilmu
itu ada dua macam, adapun ilmu batin yang di dalam hati itu jauh lebih
bermanfaat”.
Dari penjelasan Hadis di atas
dapatlah kita ketahui bahwa tidak hanya para sufi yang menaruh perhatian besar
terhadap hati, bahkan Nabi sendiri lewat Hadisnya secara tegas menyatakan
keutamaan ilmu hatilah manusia dapat mengenal Allah.
Menurut Syekh Ahmad Arifin
kekeliruan umat Islam saat ini adalah tidak mau mempelajari ilmu hati dan lebih
mengutamakan ilmu syari’at. Oleh sebab itu menurutnya mayoritas umat Islam saat
ini tidak mengenal yang mereka sembah dan sesungguhnya mereka berada dalam
kesesatan yang nyata sebagaimana firman Allah:
فَوَيْلٌ
لِلْقَسِيَةِ قُلُوْبُهُمْ مِنْ ذِكْرِاللهِ أُلَئِكَ فِى ضَلَلٍ مُّبِيْنٍ
“Maka
celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat Allah, mereka itu dalam
kesesatan yang nyata”. (Q.S. 39 az-Zumar: 22)
Demikianlah celaan Allah terhadap
orang-orang yang tidak dapat mengingat-Nya, yang kesemuanya itu disebabkan
karena mereka tidak mempelajari soal hati. Namun kebanyakan umat Islam saat ini
tidak tahu kalau mereka itu tidak tahu. Mereka menganggap bahwa amal ibadah
mereka dapat diterima oleh Allah SWT, karena merasa bahwa tauhid mereka telah
sempurna, padahal sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya orang-orang yang bertauhid si sisi Allah adalah orang-orang yang
telah mempelajari ilmu hati. Sebab hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita
baru dapat mengenal Allah. Jadi sesungguhnya orang-orang yang tidak mempelajari
ilmu hati adalah orang-orang yang bertauhid di sisi manusia tetapi sesungguhnya
kafir di sisi Allah, sebab tauhid mereka hanya di lidah, namun hatinya tidak
pernah menyaksikan Allah. Mereka menganggap bahwa dengan mengucap dua kalimah
syahadat dan percaya dalam hati berarti telah Islam dan beriman di sisi Allah.
Padahal keislaman dan keimanan mereka itu barulah sebatas percaya kepada Allah.
Oleh sebab itu orang-orang yang mengabaikan atau tidak mempelajari ilmu hati
(ilmu tarekat) sesungguhnya adalah orang-orang yang mengabaikan tauhid.
Dari uraian di atas dapatlah kita
ketahui betapa pentingnya mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat). Jadi dapat
disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang sesungguhnya adalah dengan mempelajari ilmu
hati (ilmu tarekat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar