Translate

Sabtu, 17 Januari 2015

Hanya Tuhan Yang Tahu Kebenaran

Pernahkah ada yang membaca kalimat seperti judul diatas atau sejenisnya? Ya seperti “Kebenaran hanya milik Tuhan, manusia tidak tahu kebenaran”, “hanya Tuhan yang boleh menghakimi, manusia tidak boleh menghakimi”, “benar tidaknya hanya Allah yang tahu, kita tidak boleh menilai orang salah atau benar”, dst.
Sepintas mungkin terlihat benar, sepintas mungkin memang terlihat indah, sepintas tidak ada masalah pada kalimat-kalimat tersebut. Tapi jika diperhatikan lebih lanjut, ada masalah dalam kalimat-kalimat tersebut. Memang, hanya Allah lah Yang Mahatahu segalanya, kebenaran hakiki hanyalah milik Allah semata. Namun, jika memang kebenaran itu hanya Allah yang tahu, lalu bagaimana kita bisa hidup dalam kebenaran? Sedangkan Rasulullah mengajarkan kita untuk hidup dalam kebenaran, dalam kebaikan, dalam nilai-nilai Ilahi.
Ya, itu memang ucapan-ucapan yang sering digembar-gemborkan oleh orang-orang yang memiliki agenda merusak pola pikir umat Islam (contohnya JIL), atau mungkin orang-orang yang menjadi korban mereka. Di tangan mereka, di ucapan mereka, kebenaran menjadi relatif, kebenaran menjadi tergantung siapa yang mendefinisikan kebenaran tersebut, termasuk kebenaran dalam hal agama Islam ini. Liberal sekali! Orang-orang jadi ragu untuk menyatakan mana yang salah dan mana yang benar. Orang-orang jadi ragu untuk mencegah kemungkaran dan malas untuk mengajak kepada kebaikan, karena semuanya relatif, karena hanya Tuhanlah yang tahu apa itu kebenaran. Begitukah?
Seperti yang saya sebutkan tadi, jika memang kebenaran hanya Tuhan yang tahu, jika memang manusia sama sekali tidak boleh menghakimi lalu bagaimana kita harus menilai mana yang salah dan benar? Lalu apa gunanya hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah? Jadi, apakah kebenaran itu?
Kebenaran adalah apa-apa yang berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala dan disampaikan oleh Rasul-Nya yang mulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa saja yang diperintahkan-Nya maka itulah yang harus kita ikuti, karena itu kebenaran. Apa saja yang dilarang-Nya maka itulah yang harus kita hindari, itulah kebenaran. Allah melarang kita makan babi dan bangkai, maka makan babi dan bangkai itu salah. Allah melarang kita untuk berzina maka berzina adalah salah. Rasulullah tidak pernah menyentuh wanita yang bukan mahramnya maka itulah yang benar. Begitulah seterusnya.
Adakah kebenaran yang relatif? Ya ada, yaitu kebenaran yang berasal dari penemuan manusia, seperti F=m.a, 1+1 =2, dan produk-produk manusia lainnya. Karena manusia memang bisa salah, bahkan memang tempat salah. Namun bagaimana dengan Al-Qur’an? tentu tidak, kebenarannya mutlak. Bagaimana dengan hadits Nabi (yang shahih)? tentu benar. Namun memang, untuk memahami Al-Qur’an dan hadits memang perlu ilmunya, tidak sembarang orang boleh menafsirkan semaunya. Itulah yang bisa salah, bukan kandungannya yang salah.
Lalu apakah betul kebenaran hanya Allah yang tahu? Kebenaran memang milik Allah, tapi Allah telah mengajarkannya kepada kita melalui lisan Rasul-Nya dan para sahabat-sahabat Nabi, hingga kini diwarisi oleh para ulama yang senantias berpegang teguh dengan sunnahnya. Jadi, jangan sampai kita ragu akan kebenaran yang memang datangnya dari Allah, jangan ragu mencegah kemungkaran, dan jangan ragu menyampaikan kebenaran, dengan cara yang benar tentunya. 
wallahu a’lam bish shawwab

Hanya Tuhan Yang Tahu Kebenaran

Pernahkah ada yang membaca kalimat seperti judul diatas atau sejenisnya? Ya seperti “Kebenaran hanya milik Tuhan, manusia tidak tahu kebenaran”, “hanya Tuhan yang boleh menghakimi, manusia tidak boleh menghakimi”, “benar tidaknya hanya Allah yang tahu, kita tidak boleh menilai orang salah atau benar”, dst.
Sepintas mungkin terlihat benar, sepintas mungkin memang terlihat indah, sepintas tidak ada masalah pada kalimat-kalimat tersebut. Tapi jika diperhatikan lebih lanjut, ada masalah dalam kalimat-kalimat tersebut. Memang, hanya Allah lah Yang Mahatahu segalanya, kebenaran hakiki hanyalah milik Allah semata. Namun, jika memang kebenaran itu hanya Allah yang tahu, lalu bagaimana kita bisa hidup dalam kebenaran? Sedangkan Rasulullah mengajarkan kita untuk hidup dalam kebenaran, dalam kebaikan, dalam nilai-nilai Ilahi.
Ya, itu memang ucapan-ucapan yang sering digembar-gemborkan oleh orang-orang yang memiliki agenda merusak pola pikir umat Islam (contohnya JIL), atau mungkin orang-orang yang menjadi korban mereka. Di tangan mereka, di ucapan mereka, kebenaran menjadi relatif, kebenaran menjadi tergantung siapa yang mendefinisikan kebenaran tersebut, termasuk kebenaran dalam hal agama Islam ini. Liberal sekali! Orang-orang jadi ragu untuk menyatakan mana yang salah dan mana yang benar. Orang-orang jadi ragu untuk mencegah kemungkaran dan malas untuk mengajak kepada kebaikan, karena semuanya relatif, karena hanya Tuhanlah yang tahu apa itu kebenaran. Begitukah?
Seperti yang saya sebutkan tadi, jika memang kebenaran hanya Tuhan yang tahu, jika memang manusia sama sekali tidak boleh menghakimi lalu bagaimana kita harus menilai mana yang salah dan benar? Lalu apa gunanya hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah? Jadi, apakah kebenaran itu?
Kebenaran adalah apa-apa yang berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala dan disampaikan oleh Rasul-Nya yang mulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa saja yang diperintahkan-Nya maka itulah yang harus kita ikuti, karena itu kebenaran. Apa saja yang dilarang-Nya maka itulah yang harus kita hindari, itulah kebenaran. Allah melarang kita makan babi dan bangkai, maka makan babi dan bangkai itu salah. Allah melarang kita untuk berzina maka berzina adalah salah. Rasulullah tidak pernah menyentuh wanita yang bukan mahramnya maka itulah yang benar. Begitulah seterusnya.
Adakah kebenaran yang relatif? Ya ada, yaitu kebenaran yang berasal dari penemuan manusia, seperti F=m.a, 1+1 =2, dan produk-produk manusia lainnya. Karena manusia memang bisa salah, bahkan memang tempat salah. Namun bagaimana dengan Al-Qur’an? tentu tidak, kebenarannya mutlak. Bagaimana dengan hadits Nabi (yang shahih)? tentu benar. Namun memang, untuk memahami Al-Qur’an dan hadits memang perlu ilmunya, tidak sembarang orang boleh menafsirkan semaunya. Itulah yang bisa salah, bukan kandungannya yang salah.
Lalu apakah betul kebenaran hanya Allah yang tahu? Kebenaran memang milik Allah, tapi Allah telah mengajarkannya kepada kita melalui lisan Rasul-Nya dan para sahabat-sahabat Nabi, hingga kini diwarisi oleh para ulama yang senantias berpegang teguh dengan sunnahnya. Jadi, jangan sampai kita ragu akan kebenaran yang memang datangnya dari Allah, jangan ragu mencegah kemungkaran, dan jangan ragu menyampaikan kebenaran, dengan cara yang benar tentunya. 
wallahu a’lam bish shawwab

Tidak ada komentar: