Sudah
berapa kali, beberapa waktu belakangan ini denger pertanyaan, “Tuhan,
agamaMu apa?”. Pernah denger juga kan? Kalo belom pernah sok nih saya
kasih tau pertanyaan semacam ini. Coba ya saya berandai-andai kalo
pertanyaan tersebut diprint di atas kaos. Eh, atau sudah? Wah pasti
bakalan seru banget.
Seru,
kenapa? Pertanyaan itu sebenernya simple. Sesimple ngomong “I Love
you”. Terdiri dari tiga kata. Tapi ga semua orang yang ngomong begitu.
And turned out, pertanyaan itu membuat saya mikir. Pernah ga kepikiran
siapa sebenarnya yang merancang alam semesta ini? Tuhan kan? Iya, saya
percaya kok adanya Tuhan, saya juga memeluk satu agama yang saya yakini.
Saya yakini sendiri, bukan karena orang tua atau teman atau siapapun
yang ada di sekitar saya. Soalnya memang hakikat sebuah agama adalah
keyakinan. Gak bisa dipaksain, dan setiap orang berhak memiliki atau
memilih untuk tidak memiliki keyakinan tersebut.
Eh,
jadi ngelantur. Jadi gini, yang saya pikirin adalah kata Tuhan itu
satu. Tapi kenapa agama di dunia ini banyak? Banyak banget malah. Satu
agama bisa memiliki ‘ajaran’ yang bebeda-beda. Tapi hampir semua agama
meyakini bahwa Tuhan itu satu. Saya juga sebenernya kurang ngerti
tentang hakikat Tuhan di masing-masing agama. Ini saya juga cuman
menulis apa yang saya tahu aja sebenarnya. Jadi, kalo misalnya setiap
agama meyakini adanya Tuhan, apakah Tuhan di dalam setiap agama itu
berbeda-beda? Lah, katanya Tuhan itu satu. Tapi kenapa setiap ada agama
mengakui punya Tuhan?
Pertanyaan-pertanyaan
seperti itu yang menghasilkan pertanyaan di awal tulisan ini tadi. Apa
sebenarnya agama Tuhan? Kalo saya sendiri meyakini bahwa Tuhan itu satu.
Cuman memang banyak jalan untuk menemui Tuhan. Saya sendiri meyakini
Islam sebagai agama saya. Tapi jika kembali melihat ke agama lain, saya
tidak akan merasa aneh mengapa keyakinan mereka berbeda dengan saya.
Karena balik lagi ke hakikat bergama, adalah keyakinan.
Bahkan
untuk keyakinan untuk tidak memiliki sebuah agama. Menurut saya itu
adalah sebuah keyakinan. Mungkin saja mereka, yang belum atau tidak
memiliki agama itu belum yakin dalam sebuah keyakinan. Ya namanya juga
keyakinan, harus yakin dong. Kalo gak yakin, gimana kita bisa sepenuhnya
percaya dengan apa yang kita lakukan setiap hari, sesuai dengan
peraturan agama yang kita peluk.
Saya
yakin, Tuhan itu satu walaupun banyak jalan (agama) untuk ‘menuju’
Tuhan tersebut. Saya memandang beberapa keyakinan yang ada di sekeliling
saya memang sebuah titipan dari Tuhan bahwa hidup itu harus saling
menghargai satu sama lain. Sesederhana saya menghargai tetangga saya
ketika sedang kebaktian di rumahnya. Atau tetangga saya yang ikut
silaturahmi ketika Idul Fitri datang. Sesungguhnya saya memang percaya
bahwa Tuhan menciptakan keberagaman bukan untuk disikapi dengan cara
anarkis. Seperti yang FPI selalu lakukan. Dan saya benci
sebenci-bencinya sama FPI. Menurut saya walaupun FPI itu Islam, tapi
mereka meyakini Tuhan dengan cara yang menurut saya salah. Entah ajaran
darimana yang mereka pahami. Tapi, walaupun saya dan prinsip orang yang
berbeda keyakinan sama saya berbeda, saya tetap akan saling menghormati
kok. Selama kita tidak saling mengganggu kepentingan masing-masing.
Memang
sih, kalo udah bahas FPI itu udah endless. Gak bakal ada habisnya. Wong
aparat negara kok dilawan. saya sih bukan siapa-siapa untuk ngelawan
FPI. Cuman bisa nulis di blog begini. Eh kenapa saya jadi ngebahas FPI
ya? Tadinya kan ga ngebahas beginian. Lanjut lah.
Tulisan
ini terinspirasi oleh film ‘?’ yang saya tonton beberapa bulan lalu.
Menurut saya, film yang dilarang tayang sama FPI itu (doh lagi-lagi FPI)
mengajarkan perbedaan dan keyakinan. Perbedaan ketika seorang perempuan
Islam yang harus kerja di restoran babi diperlakukan dengan baik oleh
majikannya. Menurut saya, that is a wonderful thing a human being can
do. Saling menghormati. Walaupun ada beberapa scene yang mendiskreditkan
perempuan itu karena dia seorang Islam. Tapi menurut saya,
adegan-adegan pendiskreditan terhadap perempuan itu merupakan sesuatu
yang sangat real terjadi di kehidupan sehari-hari. Ketika banyak orang
non-muslim merasa tidak nyaman ketika pada bulan Ramadhan harus makan
dengan sembunyi-sembunyi. Menurut saya, walaupun Islam merupakan agama
yang paling besar di negara ini mengapa harus mendiskriminasi agama
lain? Hello, pada sila pertama Indonesia mengakui 5 agama loh. Menurut
saya, tidak ada alasan bagi agama manapun mendiskriminasi agama lain.
Kedua
tentang keyakinan. Ketika seorang pria harus menjadi Yesus pada
perayaan Isa Almasih yang diperankan oleh seorang Islam. Peran hanya
adalah sebuah peran. Ketika Ia menjadi Yesus, Ia tetap menjalankan
kewajiban seorang muslim, yaitu sholat. Menurut saya, itu halal-halal
aja sih dibanding makan dari hasil korupsi, hayo? Atau seorang wanita
yang pindah agama setelah bercerai dengan suaminya. Dan semua orang
memandang sebuah hal yang negatif karena Ia murtad. Ya kalo dia emang
udah yakin dengan pendiriannya ya mau bagaimana lagi? Yang penting Ia
masih menghormati anaknya yang masih kecil dan memeluk agama Islam.
Beberapa konflik di film ini juga bisa menjadi cermin apa yang kita
lihat sehari-hari.
Saya
memang bersyukur, telah menemukan ‘dimana saya seharusnya berada’,
keyakinan apa yang saya yakini. Walaupun saya mengakui saya bukanlah
seorang muslim yang sempurna. Kalo diumpamain sih saya lagi on the way
‘menuju’ Tuhan saya, biar lebih dekat dengan segala rencana-rencana
Tuhan. Eh kok jadi dakwah ya? :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar