Translate

Kamis, 05 Februari 2015

Tuhan, apa Agama-Mu....?

Sudah berapa kali, beberapa waktu belakangan ini denger pertanyaan, “Tuhan, agamaMu apa?”. Pernah denger juga kan? Kalo belom pernah sok nih saya kasih tau pertanyaan semacam ini. Coba ya saya berandai-andai kalo pertanyaan tersebut diprint di atas kaos. Eh, atau sudah? Wah pasti bakalan seru banget.

Seru, kenapa? Pertanyaan itu sebenernya simple. Sesimple ngomong “I Love you”. Terdiri dari tiga kata. Tapi ga semua orang yang ngomong begitu. And turned out, pertanyaan itu membuat saya mikir. Pernah ga kepikiran siapa sebenarnya yang merancang alam semesta ini? Tuhan kan? Iya, saya percaya kok adanya Tuhan, saya juga memeluk satu agama yang saya yakini. Saya yakini sendiri, bukan karena orang tua atau teman atau siapapun yang ada di sekitar saya. Soalnya memang hakikat sebuah agama adalah keyakinan. Gak bisa dipaksain, dan setiap orang berhak memiliki atau memilih untuk tidak memiliki keyakinan tersebut.
 
Eh, jadi ngelantur. Jadi gini, yang saya pikirin adalah kata Tuhan itu satu. Tapi kenapa agama di dunia ini banyak? Banyak banget malah. Satu agama bisa memiliki ‘ajaran’ yang bebeda-beda. Tapi hampir semua agama meyakini bahwa Tuhan itu satu. Saya juga sebenernya kurang ngerti tentang hakikat Tuhan di masing-masing agama. Ini saya juga cuman menulis apa yang saya tahu aja sebenarnya. Jadi, kalo misalnya setiap agama meyakini adanya Tuhan, apakah Tuhan di dalam setiap agama itu berbeda-beda? Lah, katanya Tuhan itu satu. Tapi kenapa setiap ada agama mengakui punya Tuhan?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang menghasilkan pertanyaan di awal tulisan ini tadi. Apa sebenarnya agama Tuhan? Kalo saya sendiri meyakini bahwa Tuhan itu satu. Cuman memang banyak jalan untuk menemui Tuhan. Saya sendiri meyakini Islam sebagai agama saya. Tapi jika kembali melihat ke agama lain, saya tidak akan merasa aneh mengapa keyakinan mereka berbeda dengan saya. Karena balik lagi ke hakikat bergama, adalah keyakinan.

Bahkan untuk keyakinan untuk tidak memiliki sebuah agama. Menurut saya itu adalah sebuah keyakinan. Mungkin saja mereka, yang belum atau tidak memiliki agama itu belum yakin dalam sebuah keyakinan. Ya namanya juga keyakinan, harus yakin dong. Kalo gak yakin, gimana kita bisa sepenuhnya percaya dengan apa yang kita lakukan setiap hari, sesuai dengan peraturan agama yang kita peluk.

Saya yakin, Tuhan itu satu walaupun banyak jalan (agama) untuk ‘menuju’ Tuhan tersebut. Saya memandang beberapa keyakinan yang ada di sekeliling saya memang sebuah titipan dari Tuhan bahwa hidup itu harus saling menghargai satu sama lain. Sesederhana saya menghargai tetangga saya ketika sedang kebaktian di rumahnya. Atau tetangga saya yang ikut silaturahmi ketika Idul Fitri datang. Sesungguhnya saya memang percaya bahwa Tuhan menciptakan keberagaman bukan untuk disikapi dengan cara anarkis.  Seperti yang FPI selalu lakukan. Dan saya benci sebenci-bencinya sama FPI. Menurut saya walaupun FPI itu Islam, tapi mereka meyakini Tuhan dengan cara yang menurut saya salah. Entah ajaran darimana yang mereka pahami. Tapi, walaupun saya dan prinsip orang yang berbeda keyakinan sama saya berbeda, saya tetap akan saling menghormati kok. Selama kita tidak saling mengganggu kepentingan masing-masing. 

Memang sih, kalo udah bahas FPI itu udah endless. Gak bakal ada habisnya. Wong aparat negara kok dilawan. saya sih bukan siapa-siapa untuk ngelawan FPI. Cuman bisa nulis di blog begini. Eh kenapa saya jadi ngebahas FPI ya? Tadinya kan ga ngebahas beginian. Lanjut lah.

Tulisan ini terinspirasi oleh film ‘?’ yang saya tonton beberapa bulan lalu. Menurut saya, film yang dilarang tayang sama FPI itu (doh lagi-lagi FPI) mengajarkan perbedaan dan keyakinan. Perbedaan ketika seorang perempuan Islam yang harus kerja di restoran babi diperlakukan dengan baik oleh majikannya. Menurut saya, that is a wonderful thing a human being can do. Saling menghormati. Walaupun ada beberapa scene yang mendiskreditkan perempuan itu karena dia seorang Islam. Tapi menurut saya, adegan-adegan pendiskreditan terhadap perempuan itu merupakan sesuatu yang sangat real terjadi di kehidupan sehari-hari. Ketika banyak orang non-muslim merasa tidak nyaman ketika pada bulan Ramadhan harus makan dengan sembunyi-sembunyi. Menurut saya, walaupun Islam merupakan agama yang paling besar di negara ini mengapa harus mendiskriminasi agama lain? Hello, pada sila pertama Indonesia mengakui  5 agama loh. Menurut saya, tidak ada alasan bagi agama manapun mendiskriminasi agama lain.

Kedua tentang keyakinan. Ketika seorang pria harus menjadi Yesus pada perayaan Isa Almasih yang diperankan oleh seorang Islam. Peran hanya adalah sebuah peran. Ketika Ia menjadi Yesus, Ia tetap menjalankan kewajiban seorang muslim, yaitu sholat. Menurut saya, itu halal-halal aja sih dibanding makan dari hasil korupsi, hayo? Atau seorang wanita yang pindah agama setelah bercerai dengan suaminya. Dan semua orang memandang sebuah hal yang negatif karena Ia murtad. Ya kalo dia emang udah yakin dengan pendiriannya ya mau bagaimana lagi? Yang penting Ia masih menghormati anaknya yang masih kecil dan memeluk agama Islam. Beberapa konflik di film ini juga bisa menjadi cermin apa yang kita lihat sehari-hari. 

Saya memang bersyukur, telah menemukan ‘dimana saya seharusnya berada’, keyakinan apa yang saya yakini. Walaupun saya mengakui saya bukanlah seorang muslim yang sempurna. Kalo diumpamain sih saya lagi on the way ‘menuju’ Tuhan saya, biar lebih dekat dengan segala rencana-rencana Tuhan. Eh kok jadi dakwah ya? :p

Aniwei, semoga kita bisa lebih dewasa deh menyikapi beberapa perbedaan yang ada di dunia ini. Perbedaan budaya, agama, ras, kewarganegaraan, wah banyak deh. Dan setiap orang berhak memiliki prinsip. Tugas kita adalah saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada. Dan, Selamat Hari Raya Idul Fitri, as usual Mohon Maaf Lahir dan Bathin

Tuhan, apa Agama-Mu....?

Sudah berapa kali, beberapa waktu belakangan ini denger pertanyaan, “Tuhan, agamaMu apa?”. Pernah denger juga kan? Kalo belom pernah sok nih saya kasih tau pertanyaan semacam ini. Coba ya saya berandai-andai kalo pertanyaan tersebut diprint di atas kaos. Eh, atau sudah? Wah pasti bakalan seru banget.

Seru, kenapa? Pertanyaan itu sebenernya simple. Sesimple ngomong “I Love you”. Terdiri dari tiga kata. Tapi ga semua orang yang ngomong begitu. And turned out, pertanyaan itu membuat saya mikir. Pernah ga kepikiran siapa sebenarnya yang merancang alam semesta ini? Tuhan kan? Iya, saya percaya kok adanya Tuhan, saya juga memeluk satu agama yang saya yakini. Saya yakini sendiri, bukan karena orang tua atau teman atau siapapun yang ada di sekitar saya. Soalnya memang hakikat sebuah agama adalah keyakinan. Gak bisa dipaksain, dan setiap orang berhak memiliki atau memilih untuk tidak memiliki keyakinan tersebut.
 
Eh, jadi ngelantur. Jadi gini, yang saya pikirin adalah kata Tuhan itu satu. Tapi kenapa agama di dunia ini banyak? Banyak banget malah. Satu agama bisa memiliki ‘ajaran’ yang bebeda-beda. Tapi hampir semua agama meyakini bahwa Tuhan itu satu. Saya juga sebenernya kurang ngerti tentang hakikat Tuhan di masing-masing agama. Ini saya juga cuman menulis apa yang saya tahu aja sebenarnya. Jadi, kalo misalnya setiap agama meyakini adanya Tuhan, apakah Tuhan di dalam setiap agama itu berbeda-beda? Lah, katanya Tuhan itu satu. Tapi kenapa setiap ada agama mengakui punya Tuhan?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang menghasilkan pertanyaan di awal tulisan ini tadi. Apa sebenarnya agama Tuhan? Kalo saya sendiri meyakini bahwa Tuhan itu satu. Cuman memang banyak jalan untuk menemui Tuhan. Saya sendiri meyakini Islam sebagai agama saya. Tapi jika kembali melihat ke agama lain, saya tidak akan merasa aneh mengapa keyakinan mereka berbeda dengan saya. Karena balik lagi ke hakikat bergama, adalah keyakinan.

Bahkan untuk keyakinan untuk tidak memiliki sebuah agama. Menurut saya itu adalah sebuah keyakinan. Mungkin saja mereka, yang belum atau tidak memiliki agama itu belum yakin dalam sebuah keyakinan. Ya namanya juga keyakinan, harus yakin dong. Kalo gak yakin, gimana kita bisa sepenuhnya percaya dengan apa yang kita lakukan setiap hari, sesuai dengan peraturan agama yang kita peluk.

Saya yakin, Tuhan itu satu walaupun banyak jalan (agama) untuk ‘menuju’ Tuhan tersebut. Saya memandang beberapa keyakinan yang ada di sekeliling saya memang sebuah titipan dari Tuhan bahwa hidup itu harus saling menghargai satu sama lain. Sesederhana saya menghargai tetangga saya ketika sedang kebaktian di rumahnya. Atau tetangga saya yang ikut silaturahmi ketika Idul Fitri datang. Sesungguhnya saya memang percaya bahwa Tuhan menciptakan keberagaman bukan untuk disikapi dengan cara anarkis.  Seperti yang FPI selalu lakukan. Dan saya benci sebenci-bencinya sama FPI. Menurut saya walaupun FPI itu Islam, tapi mereka meyakini Tuhan dengan cara yang menurut saya salah. Entah ajaran darimana yang mereka pahami. Tapi, walaupun saya dan prinsip orang yang berbeda keyakinan sama saya berbeda, saya tetap akan saling menghormati kok. Selama kita tidak saling mengganggu kepentingan masing-masing. 

Memang sih, kalo udah bahas FPI itu udah endless. Gak bakal ada habisnya. Wong aparat negara kok dilawan. saya sih bukan siapa-siapa untuk ngelawan FPI. Cuman bisa nulis di blog begini. Eh kenapa saya jadi ngebahas FPI ya? Tadinya kan ga ngebahas beginian. Lanjut lah.

Tulisan ini terinspirasi oleh film ‘?’ yang saya tonton beberapa bulan lalu. Menurut saya, film yang dilarang tayang sama FPI itu (doh lagi-lagi FPI) mengajarkan perbedaan dan keyakinan. Perbedaan ketika seorang perempuan Islam yang harus kerja di restoran babi diperlakukan dengan baik oleh majikannya. Menurut saya, that is a wonderful thing a human being can do. Saling menghormati. Walaupun ada beberapa scene yang mendiskreditkan perempuan itu karena dia seorang Islam. Tapi menurut saya, adegan-adegan pendiskreditan terhadap perempuan itu merupakan sesuatu yang sangat real terjadi di kehidupan sehari-hari. Ketika banyak orang non-muslim merasa tidak nyaman ketika pada bulan Ramadhan harus makan dengan sembunyi-sembunyi. Menurut saya, walaupun Islam merupakan agama yang paling besar di negara ini mengapa harus mendiskriminasi agama lain? Hello, pada sila pertama Indonesia mengakui  5 agama loh. Menurut saya, tidak ada alasan bagi agama manapun mendiskriminasi agama lain.

Kedua tentang keyakinan. Ketika seorang pria harus menjadi Yesus pada perayaan Isa Almasih yang diperankan oleh seorang Islam. Peran hanya adalah sebuah peran. Ketika Ia menjadi Yesus, Ia tetap menjalankan kewajiban seorang muslim, yaitu sholat. Menurut saya, itu halal-halal aja sih dibanding makan dari hasil korupsi, hayo? Atau seorang wanita yang pindah agama setelah bercerai dengan suaminya. Dan semua orang memandang sebuah hal yang negatif karena Ia murtad. Ya kalo dia emang udah yakin dengan pendiriannya ya mau bagaimana lagi? Yang penting Ia masih menghormati anaknya yang masih kecil dan memeluk agama Islam. Beberapa konflik di film ini juga bisa menjadi cermin apa yang kita lihat sehari-hari. 

Saya memang bersyukur, telah menemukan ‘dimana saya seharusnya berada’, keyakinan apa yang saya yakini. Walaupun saya mengakui saya bukanlah seorang muslim yang sempurna. Kalo diumpamain sih saya lagi on the way ‘menuju’ Tuhan saya, biar lebih dekat dengan segala rencana-rencana Tuhan. Eh kok jadi dakwah ya? :p

Aniwei, semoga kita bisa lebih dewasa deh menyikapi beberapa perbedaan yang ada di dunia ini. Perbedaan budaya, agama, ras, kewarganegaraan, wah banyak deh. Dan setiap orang berhak memiliki prinsip. Tugas kita adalah saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada. Dan, Selamat Hari Raya Idul Fitri, as usual Mohon Maaf Lahir dan Bathin

Tidak ada komentar: