DI akhir 1970-an, sebagai perempuan lajang aku melakukan perjalanan ke
Arab Saudi untuk mencari pengalaman yang baru. Aku sampai di Kerajaan
ini pada tanggal 7 september 1978, dan menetap di sana hingga musim semi
1991. Dari
1978 sampai 1982, aku bekerja di Urusan Kesehatan
Pemerintah di Rumah Sakit Khusus dan Pusat Penelitian Raja Faisal.
Selama empat tahun itu aku bertemu dengan berbagai anggota keluarga
Kerajaan Saudi. Setelah keluar dari bekerja di rumah sakit kerajaan
(karena aku menikah dengan seorang warga negara Inggris bernama Peter
Sasson), aku tetap tinggal di kerajaan ini selama sembilan tahun
berikutnya, tinggal di lingkungan tetangga-tetangga Saudi bersama dengan
suamiku.
Selama dua belas tahun, aku berada dalam posisi yang sangat
menguntungkan karena aku bisa mempelajari banyak hal tentang negeri ini,
sesuatu yang sangat sedikit dipahami oleh dunia luar. Aku banyak
dibantu oleh masyarakat Arab kelas menengah, dan warga negara Arab lain
yang hidup di Arab Saudi. Selama masa ini aku melakukan perjalanan ke
banyak tempat, mengenal banyak daerah di Arab. (Karena pemerintah Saudi
melarang perjalanan ke Israel, aku tak bisa mengunjungi Israel hingga
setelah tahun 1991.)
Tahun 1983, aku bertemu dengan seorang perempuan Saudi yang luar biasa,
Putri Sultana Al Saud. Aku dengan cepat menyukai keluarga kerajaan ini.
Menurutku, menjadi seperti dia adalah mimpi semua perempuan. Bukan hanya
muda dan cantik, Sultana juga sangat menyenangkan dan cerdas, dan
memiliki semangat kemandirian yang jarang aku temui pada perempuan Saudi
lain.
Ketika persahabatan kami terus berkembang, aku mulai tahu bahwa ia
adalah perempuan yang sangat terluka karena tidak mendapat kasih sayang
ayah. Walaupun ia lahir dalam keluarga yang sangat kaya, memiliki empat
rumah besar di tiga benua, memiliki pesawat jet pribadi, dan perhiasan
berharga jutaan, ketika sampai pada kemerdekaan pribadi, Sultana tak
mendapatkannya. Dan, meskipun tampak riang dan luwes, aku segera bisa
melihat bahwa putri Sultana adalah seorang perempuan yang mendidih
hatinya karena ketidakkuasaannya untuk mengendalikan hidupnya sendirian.
Sanak saudara laki-laki dalam keluarganya memiliki kekuasaan hidup dan
mati atas dirinya, dan juga seluruh saudara perempuannya.
Waktu berlalu, persahabatan kami terus berjalan dan Putri Sultana dengan
perlahan menceritakan kisah kehidupan pribadinya, dari masa kecilnya
yang bergolak sampai pengaturan pernikahannya. Begitu juga dengan
kisah-kisah kehidupan sembilan saudara perempuannya, teman-temannya, dan
pelayan-pelayannya. Dua atau tiga tahun setelah pertemuan pertama
dengan Sultana, dia memintaku menuliskan kisahnya. Dia memutuskan bahwa
dunia harus tahu tentang penganiayaan perempuan di negerinya. Aku kurang
antusias, prihatin akan keselamatannya. Aku juga mempertimbangkan bahwa
tak ada seorang pun yang akan tertarik pada kehidupan seorang putri
yang tinggal di kerajaan yang begitu mencurigai orang asing, bahkan
turis pun tidak diizinkan berkunjung.
Aku dan Peter bercerai setelah delapan tahun perkawinan, tapi aku
beruntung memiliki visa multi exit dan re-entry, sehingga aku bisa tetap
keluar masuk ke Kerajaan Saudi. Aku baru benar-benar meninggalkan
Kerajaan pada musim semi 1991. Walaupun Sultana sudah tidak sabar agar
kisahnya segera dibukukan, aku tetap menunggu sampai setiap orang yang
aku anggap sebagai teman dekat mendukungku menulis buku semacam itu.
Ketika Princess dipublikasikan, dunia merangkul kisah nyata Sultana,
menyambut dengan kasih perempuan yang membolehkan mereka mengintip ke
balik cadar dan dinding istana. Para pembaca mengetahui meskipun
sebagian besar kehidupan Sultana suram, ia juga menikmati saat-saat yang
menyenangkan. Kisah nyata kehidupannya digambarkan dalam buku ini,
menebarkan persahabatan, humor, dan cinta di antara ibu, saudari, dan
pelayan perempuannya. Para pembaca memperoleh saat-saat yang
menyenangkan ketika mengetahui rahasia Sultana dalam pembalasan
dendamnya kepada saudara laki-lakinya, Faruq.
Buku ini menyentuh perempuan dari segala umur dan bangsa, dan mencapai
penjualan terbaik di banyak negara. Sekarang banyak guru yang menjadikan
buku Princess sebagai karya yang harus dibaca untuk literatur kelas
mereka. Dengan bangga aku juga menceritakan bahwa buku ini dikatakan
sebagai salah satu dari 500 buku yang ditulis perempuan yang dijadikan
acuan untuk studi perempuan (lihat websiteku www.jeansasson.com)
semenjak tahun 1300.
Sudah lebih dari tiga belas tahun sejak kali pertama aku menuliskan
Princess, namun buku ini tetap relevan. Mengapa? Karena kehidupan
perempuan Arab Saudi tetap dan hampir sama dengan ketika aku tinggal di
Kerajaan tersebut. Saat itu banyak perbincangan tentang keinginan untuk
mengubah kehidupan perempuan dalam Kerajaan, dan beberapa perempuan di
Arab Saudi mencoba memutuskan rantai yang mengikat mereka, namun aku
dengan sangat menyesal melaporkan bahwa di tahun 2004,
perempuan-perempuan Arab Saudi masih belum bebas untuk mewujudkan mimpi
mereka. Walaupun tidak ada aturan dalam agama Islam yang melarang
perempuan mengendarai mobil, perempuan Saudi masih terikat dalam hukum
itu. Walaupun 58% lulusan universitas adalah perempuan, hanya 6% yang
terlibat dalam dunia kerja. Mengapa? Karena perempuan Saudi tidak
diizinkan bekerja atau bercampur baur dengan laki laki yang bukan
keluarga mereka. Walaupun Islam memberikan hak pada perempuan untuk
berkata "tidak" pada pernikahan yang tak diinginkannya, banyak gadis
muda di Arab Saudi masih harus menahan rasa takut karena perkawinan yang
sudah diatur dengan laki-laki yang berumur dua atau tiga kali umurnya.
Masih banyak yang harus dilakukan bila berkaitan dengan kehidupan yang
dijalani oleh begitu banyak perempuan tak beruntung. Semua itu terserah
pada kita perempuan yang bebas mengekspresikan pikiran, dan bebas
mengontrol tindakan kita sendiri bagaimana membantu perempuan-perempuan
tak beruntung ini dengan cara apa pun.
Buku ini berisi tentang kebulatan tekad dan keceriaan putri Saudi untuk
mengubah kehidupan di seluruh dunia. Banyak perempuan muda di seluruh
dunia sekarang bekerja untuk menciptakan kesadaran dan perubahan. Para
pelajar menulis padaku bahwa pelajaran di universitas sudah berubah
sehingga mereka bisa berbicara mengenai persoalan yang berhubungan
dengan perempuan. Para ibu menulis padaku bahwa mereka membesarkan anak
laki-laki mereka agar menghargai saudara perempuan mereka, dan perempuan
lain sebagai manusia yang setara dengan mereka.
Dengan bekerja sama, kita bisa menciptakan peru-bahan besar pada peran
perempuan di seluruh dunia. Aku minta Anda bergabung dengan Putri
Sultana dan aku dalam tujuan yang berharga ini, untuk hidup di dunia, di
mana setiap perempuan memiliki hak untuk menjalani hidup yang
bermartabat.
Sebagai seorang penulis, dan sebagai seorang teman, aku sangat bangga menjadi suara bagi Putri Sultana.